Call of Duty Black Ops 15th Prestige

Mengajar Tanpa Kekerasan

Suasana proses belajar mengajar di kelas. (Foto Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sisiwa adalah input dalam suatu proses pendidikan. Mereka laiknya 'bahan mentah' yang harus diolah menjadi output yang berkualitas, yaitu menjadi manusia seutuhnya yang mampu membangun bangsa dan negara. Merekalah calon-calon pemimpin masa depan, sehingga mereka harus disiapkan dengan proses pendidikan yang berrkualitas.

Namun, akhir-akhir ini pendidikan yang berkualitas justru sulit diwujudkan. Para siswa yang seharusnya berhak mendapatkan pendidikan yang nyaman dan bermutu, tetapi justru mereka mendapatkan pendidikan yang sebaliknya, yaitu pendidikan yang keras laiknya prajurit TNI. Tamparan, pukulan, tendangan, dan kekerasan fisik lainnya kadang diterima oleh siswa dari guru-gurunya. Kekerasan seperti ini hampir selalu terjadi di berbagai jenjang dan jenis pendidikan.

Kekerasan terhadap siswa sering disebabkan karena para guru yang kurang sabar dan tidak dapat menentukan metode yang tepat dalam menghadapi perilaku anak didik yang masih sulit untuk diajak disiplin.Terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas dari guru, tidak menaati perintah guru, tidak memperhatikan saat pelajaran, dan kasus-kasus ketidak disiplinan siswa lainnya yeng sering membuat guru menerapkan sanksi yang keras kepada anak didiknya, seperti menampar, memukul dengan tangan maupun benda keras, melempar dengan benda keras, menendang, dan lain-lain. 

Kekerasan seperti ini selain menyebabkan anak mengalami kesakitan secara fisik, tetapi juga berdampak pada psikologis anak. Mereka akan trauma dan takut untuk belajar dengan guru yang melakukan kekerasan itu. Bahkan, anak bisa juga takut untuk masuk sekolah. Dampak secara fisik akan mudah disembuhkan, dengan dibawa ke rumah sakit mungkin satu minggu akan sembuh, tetapi dampak secara psikologis akan sangat sulit disembuhkan dan memakan waktu cukup lama untuk memulihkan keadaan psikologisnya.

Metode pemberian hukuman memang sangat perlu dilakukan untuk mengajarkan nilai-nilai kedisiplinan. Pemberian hukuman juga sangat baik untuk menumbuhkan rasa kepatuhan dan penghormatan dari siswa kepada gurunya, serta menimbulkan efek jera bagi siswa yang melakukan pelanggaran peraturan. Namun dalam pemberian hukuman tidak boleh bertujuan untuk melampiaskan emosi guru kepada siswanya, pemberian hukuman harus dikaitkan dengan proses pendidikan. 

Pemberian hukuman kepada siswa harus mempertimbangkan keadaan fisik dan psikologis peserta didik serta tujuan pendidikan yang ingin dicapai, misalnya siswa yang terlambat masuk kelas harus menyapi seluruh ruangan kelas atau membersihkan toilet, siswa yang tidak mengerjakan tugas dineri tugas lain yang lebih banyak. Hukuman-hukuman yang mempertimbangkan keadaan siswa dan tujuan pendidikan akan membuat hasil dari proses pembelajaran lebih efektif.  

Namun sebelum sampai pada pemberian hukuman, guru harus tampil sebagai sosok pribadi yang menyenagkan bagi siswa. Guru harus bisa berperan ganda, yaitu menjadi pendidik sekaligus menjadi sahabat bagi siswanya. Guru harus memiliki trik-trik khusus dalam mengajar dan bergaul dengan siswanya, sehingga para siswanya selalu menantikan kehadiran guru itu di kelas. Dengan demikian, proses pembelajaran akan berjalan lebih nyaman dan kondusif.


0 komentar:

Posting Komentar